Membangun Manusia dan Sumber Dayanya

 



"Kendari Pos, 28 Februari 2018 (diterbitkan)

Mengharapkan kemajuan, menginginkan keunggulan, mendambakan ketercapaian tujuan merupakan naluri setiap manusia. Indonesia juga mengharapkannya. Tersurat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, salah satu visi negara ini yaitu Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Sudahkah Manusia dan Sumber Daya kita dekat dengan pencapaian mimpi tersebut?

Millenial Jadi Andalan

Dewasa ini, generasi millenial menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Ada yang mengartikan sebagai sekelompok orang yang lahir pada tahun 1980-2000an. Atau sumber lain juga mengartikan generasi millenial sebagai generasi muda yang saat ini berada pada usia antara 15-34 tahun. 

Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, di Sultra kelompok millenial ini (usia 15-34 tahun) jumlahnya tidak kurang dari 800 ribu orang. Dengan kata lain, 68 dari setiap 100 orang di Sultra tergolong generasi millenial. Kuantitas yang dapat dibanggakan, karena dunia mengakui bahwa generasi millenial adalah generasi spesial yang sangat lekat dengan perkembangan teknologi. Selalu update dalam berbagai informasi terutama di dunia maya. Namun, bagaimana realitas yang kita temukan saat ini?

                Ternyata besarnya kuantitas sumber daya millenial belum menjamin lahirnya masyarakat yang unggul. Justru menjadi tantangan tersendiri dalam menggiring mereka mengoptimalkan potensinya, memaksimalkan segala fasilitas yang ada. Lekat dengan teknologi juga berarti disekitarnya ada peluang rusaknya karakter diri. Berkembangnya ilmu pengetahuan, terselip celah terkikisnya adab/akhlak generasinya. Ketatnya kompetisi di berbagai bidang, lahirnya ide-ide ‘jenius’ yang tak jarang menghilangkan rasa kepedulian terhadap sesama.

Fenomena yang menjadikan dunia pendidikan disorot beberapa waktu yang lalu misalnya, soal terbunuhnya seorang Guru oleh murid SMA. Bukan karena teguran keras dari seorang guru, bukan juga karena kesalahan fatal yang dilakukan sang murid, tapi mirisnya bisa sampai berujung pada korban jiwa.

Lebih dekat dengan kemajuan dan perkembangan zaman, bukan berarti menjadi sah untuk tidak saling menghargai. Pada yang lebih kecil, pada sesama, pada yang lebih tua, apalagi seorang murid terhadap gurunya.

Menjadi catatan penting bagi kita semua bahwa perkembangan teknologi tidak hanya memberikan edukasi yang positif. Semakin kuat interaksi khususnya generasi millenial terhadap perkembangan zaman, semakin kuat pula kemampuan filter yang dibutuhkan. Sehingga mereka bisa maju bersama dengan kemajuan itu sendiri.

Filter yang dimaksud adalah pembentukan karakter. Iman melahirkan akhlak. Atau istilah millenialnya karakter yang benar dan kokoh melahirkan attitude dan moral yang baik. Moral menjadi salah satu tolak ukurnya. Sehingga para millenial tidak hanya pandai dalam hal penggunaan teknologi, Ini tentang kombinasi antara kecerdasan Spiritual, Intelektual dan Emosional.

Bergeser sedikit dari dunia pendidikan menuju dunia ketenagakerjaan. Jika ditelisik lebih dalam, kuantitas generasi millenial masih belum sepenuhnya menunjukkan eksistensinya dalam dunia ketenagakerjaan. Di Sultra, dari sekitar 800 ribu kelompok millenial, 500 ribu saja yang memasuki dunia kerja. Masih banyak terdapat generasi millenial yang belum memasuki dunia kerja. Atau dengan kata lain, produktifitas generasi millenial dalam memasuki ataupun melahirkan dunia kerja baru masih memerlukan dukungan dan dorongan.

Salah satu cara yang dipercaya dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja adalah pemberian upah yang layak. Disamping itu dorongan dalam melahirkan lapangan kerja baru juga diperlukan. Sebagaimana yang belakangan ini juga sedang berkembang, Industri kreatif misalnya.

Membangun Manusia juga perlu Inklusif

Membangun manusianya, merupakan salah satu target pembangunan yang dicanangkan presiden Jokowi dalam masa pemerintahannya. Untuk Indonesia, pembangunan manusia ini setidaknya sudah memperlihatkan hasil. Data terakhir menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Nasional bergerak dari kategori sedang menjadi kategori tinggi. Yaitu yang sebelumnya dibawah poin 70.0 menjadi 70,18. Namun untuk Sultra, IPM masih berada di bawah rata-rata pembangunan Nasional yaitu pada poin 69,31.

Pembangunan manusia juga perlu inklusif, melibatkan semua orang dengan berbagai latar belakang dan karakteristik. Sehingga dampak yang dirasakan juga lebih meluas. Dari data IPM Sultra sendiri, masih terlihat perbedaan antara kota dan kabupaten. Kota Kendari dan Bau-Bau misalnya, bisa mencapai IPM diatas rata-rata Nasional yaitu masing-masing 81,66 dan 73,99. Sedangkan kabupaten lainnya pencapaian IPM tidak lebih bahkan berada di bawah rata-rata IPM Nasional. Boton Selatan merupakan kabupaten dengan pencapaian IPM paling rendah di Sultra, yaitu berada pada poin 62,55. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah dalam upaya peningkatan dan pemerataan kualitas pembangunan manusia di Sultra.

IPM Nasional yang meningkat seyogyanya akan sebanding dengan kondisi sosial masyarakat yang turut meningkat pula. Indikator kemiskinan misalnya, data terakhir per september 2017 BPS merilis angka kemiskinan menurun menjadi 10,12 persen. Artinya, terlihat harapan yang hampir pada pencapaiannya, yaitu angka kemiskinan yang menunjukkan penurunan dalam beberapa periode terakhir. Namun, masih membutuhkan kerja keras untuk mencapai target pemerintah menurunkan angka kemiskinan pada tahun 2019 menjadi 5-6 persen saja dari total keseluruhan penduduk di Indonesia.

Dalam memantau perkembangan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) setiap tahunnya, rujukan data yang digunakan pemerintah adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memberikan informasi komprehensif mengenai keadaan sosial ekonomi masyarakat indonesia dari tingkat nasional, provinsi, sampai pada level kabupaten/kota. Pada tahun 2018 ini kegiatan Susenas oleh BPS diintegrasikan dengan kegiatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Kementrian Kesehatan.

Sekilas kedua survei ini terlihat berbeda. Yang satu membahas sosial dan ekonomi, sedangkan yang lainnya fokus pada indikator-indikator kesehatan. Namun bermuara pada satu tujuan yang sama, yaitu memberikan informasi terkait pencapaian TPB di berbagai wilayah Indonesia, termasuk pembangunan manusianya.

Pendataan di 34 provinsi, 514 kabupaten/kota, dengan total 300.000 rumah tangga di seluruh Indonesia akan dilaksanakan serentak mulai tanggal 1 Maret 2018. Wujud keterlibatan masyarakat dalam usaha pembangunan manusia di Sultra salah satunya yaitu melalui pemberian informasi yang jujur, apa adanya, serta akurat dalam kegiatan pengumpulan informasi terkait Kondisi Sosial dan Ekonomi serta Kesehatan (Susenas-Riskesdas 2018).

Membangun manusia dan sumber dayanya bukanlah hal yang sederhana. Hanya akan tercapai dengan keterlibatan dan dukungan semua pihak dalam menjalankan perannya masing-masing. Sebagai orang tua, sebagai guru, pelajar, dan semua bidang profesi yang sedang dilakoni. Termasuk pemerintah yang menjalankan perannya sebagai fasilitator bagi kesejahteraan rakyatnya.

Maju bersama Kemajuan Teknologi dan Informasi merupakan kesempatan yang bisa digenggam oleh siapa saja. Memanfaatkan kemajuan, mengoptimalkan segala sarananya untuk cita kita bersama, Sultra dan Indonesia.


Komentar