Potret
dari sebuah fakta, demikian data memberikan maknanya. Bagaimana dengan sekitar kita? Sudahkah sejalan antara data dan realita?
Satu hal yang tidak boleh kita lupa, bahwa data yang tersaji tidak muncul
seketika. Ada banyak orang yang terlibat di dalamnya. Interaksi antara pencari
data dan penyedia informasi adalah salah satu kuncinya.
Berkaca pada situasi yang seringkali kita jumpai, pro
dan kontra cenderung sahut menyahut setiap kali data strategis diluncurkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS), satu-satunya lembaga yang diberi mandat oleh
undang-undang dalam hal penyediaan data statistik nasional. Ditambah lagi momen
politik yang semakin menguat, BPS menjadi lembaga yang diharapkan
objektivitasnya dalam penyediaan data.
Apa yang diperoleh petugas dan
apa yang diperoleh masyarakat sebagai pemberi data? Bagi petugas, hal ini
adalah bagian dari amanah yang ia pikul. Ibarat seorang fotografer, ia hanya
bertugas menata sedemikian rupa, mengerahkan segala skill yang ia punya,
selebihnya hasil jepretan bergantung pada objeknya.
Bagaimana dengan pemberi data? Akurasi dari setiap informasi yang
diberikan akan menjadi kunci bagi pengambil kebijakan dalam menjalankan
tugasnya. Hingga saat ini, edukasi mengenai peran
penting data terhadap kesejahteraan masyarakat masih tergolong minim. Terlihat
jelas ketika petugas pencari data tiba di rumah-rumah warga. Untuk daerah
perkotaan pada umumnya, penolakan dari masyarakat untuk diwawancara masih
sering dijumpai. Dengan alasan berbagai kesibukan maupun hanya sekedar ‘malas
menanggapi’.
Berbeda tantangan yang dihadapi di wilayah perdesaan.
Setiap pendataan yang dilakukan seringkali masyarakat melekatkannya dengan
bantuan sosial. Tak jarang kebiasaan ‘merendah’ menjadi umum dilakukan.
Permasalahan dalam perolehan data, baik di perkotaan
maupun perdesaan jika masih berlanjut demikian, maka setiap kita bisa menilai
bagaimana relevansi antara data dan realita itu sesungguhnya.
Pada zaman yang serba terukur saat ini,
membangun tanpa data hampir mustahil dilakukan. Jika setiap kebijakan
pemerintah didasarkan pada data, maka data yang akurat menjadi sebuah keharusan
jika semua kita sepakat menginginkan langkah pembangunan yang tepat.
‘Anda Tercatat, Data Akurat’, demikian penyelenggara kegiatan
statistik mengajak peran serta para informannya dalam sebuah ajang ‘fotografi’
besar-besaran yang akan diselenggarakan tahun depan,
yaitu Sensus Penduduk. Mereka
sudah bersiap dengan segala amunisinya bahkan jauh sebelum proyek nasional ini
diselenggarakan.
Kini, amunisi apa yang perlu dipersiapkan oleh masyarakat sebagai
objeknya? Sederhana saja, bersikaplah apa adanya,
tak perlu merendah ataupun menjadi menor. Karena tampil natural itu lebih baik
bukan? Tidak menolak untuk diwawancarai adalah
bentuk peduli kita terhadap kemajuan bangsa.
Kemajuan
bersama Data
Saat data mampu menyuara,
pembangunan hingga ke pelosok desa itu akan nyata. Karena sejatinya data akan
memandu setiap langkah para pemangku kebijakannya. Dalam kondisi ideal, saat
seluruh pihak mampu menjaga amanah yang dipangku dipundaknya, kemajuan akan
menjadi realita. Lantas, apa peran kita? Sangat sederhana, bertahanlah dengan
amanah masing-masing.
Pendataan potensi desa misalnya.
Setiap kepala desa beserta aparat desa menjadi informannya. Akurasi data yang
diberikan akan melahirkan banyak indikator acuan pembangunan nasional hingga ke
level desa. Contohnya, Indeks
Kesulitan Geografis (IKG), Indeks Desa Membangun (IDM), dan Indeks Pembangunan Desa (IPD).
Ini baru untuk satu kegiatan
pendataan. Contoh lainnya adalah kegiatan Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), yang bertujuan untuk menyediakan data pokok
ketenagakerjaan yang berkesinambungan. Angka pengangguran misalnya, pada
agustus 2018 lalu tercatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sultra sebesar
3,26 persen.
Dan masih ada Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Apa
yang dihasilkan dari kegiatan ini? Masih ingatkah kita dengan data kemiskinan? Setiap data ini diluncurkan, pro kontra langsung bermunculan di seluruh media. Data mutakhir terkait kemiskinan di Sultra adalah
persentase penduduk miskin pada September 2018 lalu yaitu sebesar 11,32 persen.
Angka statistik memang selalu mengundang banyak opini,
mungkin menjadi salah satu sensasinya bergelut dibidang ini. Sebagai fotografer
tentu memerlukan marketing skill yang bagus dalam menjajakan hasil
jepretannya. Seberapapun jernih dan tingginya kualitas gambar yang dihasilkan,
tetap saja tidak semua masyarakat dapat memaknai esensi estetikanya dengan
tepat. Hal ini akan menjadi tantangan bagi seluruh pejuang data-data itu.
Dari sekian banyak indikator
statistik yang dihasilkan, penyelenggara berpihak kepada siapa? Bagi Badan
Pusat Statistik (BPS), sebagai lembaga non kementrian yang diberi mandat
langsung oleh Undang-Undang untuk menjalankan fungsinya dalam penyediaan
kebutuhan statistik nasional, keberpihakan tidak akan memengaruhi posisinya.
Kepala BPS, Suharyanto menjamin bahwa Independensi BPS adalah
harga mati. Jika independensi ini sudah hilang, hilang pulalah seluruh arti
dari peluh, lelah, dan pengorbanan dari puluhan ribu pejuang data yang berada
di dalamnya. Lebih luas dari itu, taruhannya adalah reputasi. Karena kinerja
BPS diawasi secara nasional dan Internasional. Komisi Statistik PBB pun bisa memberikan
ponten merah jika data yang dihasilkan tidak akurat akibat penyelenggaraan
kegiatan statistik yang mendapatkan intervensi.
Bagaimana
prestasi memainkan peran?
Kita yang dicipta dengan kemampuan dinamis, selalu memiliki
keinginan untuk melangkah dari kemunduran hingga kemajuan, dari yang sudah maju
hingga terus memicu percepatan. Berkaca dari bangsa sendiri, perjuangan terus
dilakukan sejak Indonesia belum merdeka, hingga kemerdekaan dapat direbut dari
para penjajah. Setelah merdeka, cukupkah sampai disitu? Tentu tidak. Buktinya
hingga saat ini pemerintah terus menyiapkan program-program andalannya guna
mendukung kesejahteraan bangsanya.
Demikian halnya orang perorang. Kekuatan semacam itu lahir berkat
berkumpulnya orang-orang yang memiliki satu visi yang menginginkan kemajuan.
Menelisik dari langkah demi langkah yang dilakukan, memberikan pelajaran
berharga bagi kita bahwa ‘merdeka’ yang sesungguhnya hanya mampu kita raih
dengan perjuangan tanpa henti.
Pada tahun 2019 ini,
pemerintah akan menfokuskan pembangunan pada Sumber Daya Manusia (SDM),
termasuk mencerdaskan bangsa. Indikator kesehatan, pendidikan, dan standar
hidup layak merupakan alat ukur utamannya. Data akan menjadi bahan evaluasi,
sebagai dasar pengembangan inovasi guna memicu peningkatan prestasi demi
prestasi yang membanggakan kedepannya.
Data menjadi kunci dalam meraih dan meningkatkan prestasi. Kemampuan
petugas ‘fotografi’ dan keakuratan informasi dari masyarakat sebagai informannya merupakan dua hal penentu arah kualitas masa
depan bangsa. Jadi, masih belum yakin kalau data itu mencerdaskan bangsa? Jika memerlukan
penjelasan yang lebih mantap, pengguna data bisa berkunjung ke Pelayanan
Statistik Terpadu (PST) yang tersedia di BPS terdekat dan memanfaatkan layanan konsultasi statistik yang disediakan. Layanan
prima akan terbuka untuk seluruh konsumen data.
Komentar
Posting Komentar