Ekonomi Tumbuh, Masyarakat Sejahtera

 
"Kendari Pos, 15 Oktober 2019 (diterbitkan)

Topik mengenai pertumbuhan ekonomi semakin hari semakin menarik untuk diperbincangkan. Tak hanya di kalangan para pembuat kebijakan saja, namun juga para pebisnis hingga kalangan intelektual. Pasalnya, angka ini bisa menjadi objek klaim kesuksesan program pejabat pemerintahan atau sebaliknya, menjadi bumbu pedas yang megkritisinya.

Bagaimana dengan para pebisnis? Angka ini tentu menjadi sarana pencari celah peluang untuk semakin megepakkan sayap usahanya. Baik itu perluasan skala usaha maupun penambahan bidang usaha lainnya.

Ekonomi dan Kesejahteraan

Data pertumbuhan ekonomi terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara mencapai 6,42 persen sedikit melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang pertumbuhannya mencapai 6,76 persen. Namun demikian, pencapaian pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara masih di atas rata-rata nasional.

Bagaimana dengan kesejahteraan rakyat? Banyak indikator yang bisa digunakan untuk mengukurnya, angka kemiskinan dan ketimpangan misalnya.  Disamping itu, bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan adalah indikator ukur lainnya.

Data terbaru yang dirilis BPS mengenai capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Provinsi Sulawesi Tenggara menempati peringkat ke-19 dari 34 provinsi di Indonesia. Meskipun IPM Sultra (70,61) masih berada di bawah rata-rata nasional (71,39), capaian pergerakan IPM nya dari kategori ‘sedang’ (di bawah poin 70,00) pada tahun sebelumnya menjadi kategori tinggi patut diapresiasi.

Setiap adanya capaian prestasi, selalu ada peluang evaluasi guna pencapaian pembangunan dan pemerataan kesejahteraan yang lebih baik lagi. Terlepas dari apa itu profesi kita, apakah pembuat kebijakan di lingkup pemerintahan, atau para pelaku bisnis/usaha, atau kalangan intelektual pengamat perkembangan maupun kesejahteraan masyarakat, ataupun sebagai masyarakat itu sendiri yang menjadi target pembangunan. Setiap orang bisa menaruh peran dalam mensejahterakan lingkungan di sekitarnya.

Jika kita pernah mengenal teori tentang ekonomi, tentu tidak asing dengan istilah trickle down effect. kegiatan ekonomi yang lebih besar diharapkan dapat memberikan efek yang baik terhadap kegiatan ekonomi yang memiliki lingkup yang lebih kecil. Dengan kata lain, berkembangnya perusahaan-perusahaan besar di suatu wilayah seyogyanya akan memicu perkembangan usaha-usaha kecil masyarakat di wilayah tersebut. Namun, praktik tak semudah teorinya.

Pada kenyataannya, akan sulit menemukan realita seperti ini. Buktinya, dalam tiga tahun terakhir yaitu sejak 2017 hingga 2019 semester satu, meskipun angka ketimpangan pendapatan (gini ratio) Sulawesi Tenggara menunjukan tren yang menurun dari tahun ke tahun,  ketimpangan pendapatan masih dalam taraf yang sangat perlu untuk ditekan, salah satunya karena angka tersebut secara konsisten berada di atas  rata-rata gini ratio nasional. Artinya, ketimpangan pendapatan di tengah-tengah masyarakat Sultra masih terbilang tinggi jika dibandingkan rata-rata ketimpangan seluruh provinsi di Indunesia.

Peranan bagi pengambil kebijakan sekaligus pelaku dunia usaha berada disini, yaitu menjaga stabilitas ekonomi wilayah melalui penyeimbangan antara perkembangan dunia usaha skala menengah ke atas dengan perkembangan usaha masyarakat berskala menengah ke bawah.

Peranan bagi kalangan akademisi dan pengamat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui kajian empirisnya sebagai kontrol terhadap pergerakan ekonomi dan besar kecilnya pengaruh yang ditimbulkannnya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Layaknya sebuah Negara, ketika sebuah wilayah yang sedang berkembang ataupun bergerak menuju kemajuan, tumpuan utama perekonomiannya hendaknya tidak lagi sebatas sektor primer yang mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA) semata. Peralihan menuju sektor sekunder hingga tersier berupa jasa yang mengutamakan profesionalitas dan keahlian perlu untuk dilakukan.

Peluang Membangun Bersama

Menarik untuk diamati lebih mendalam bahwa, ternyata 8 dari 17 kabupaten di Sultra aktivitas ekonomi nya masih bergantung pada hasil bumi, yaitu pertanian/perkebunan/ kehutanan, perikanan, dan pertambangan/penggalian. 

Peluang yang begitu besar untuk dikembangkan adalah memajukan sektor sekundernya, seperti sektor industri, listrik gas dan air bersih, dan sektor kostruksi. Serta sektor tersier yang mencakup sektor perdagangan, transportasi, informasi, keuangan, dan sektor jasa-jasa.

Lantas, apakah artinya sektor primer seperti pertanian akan ditinggalkan? Jawabannya, tentu tidak. Kembali tentang Trickle down effect. Sektor sekunder yang digenjot, harapannya akan mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas output sektor primer.

Misalnya, dengan berdirinya sektor industri seperti pabrik pengolahan, bahan baku bisa saja berasal dari usaha rakyat yang dioptimalisasi kuantitas dan kualitasnya. Dengan demikian, semakin berkembang usaha industri, semakin banyak pasokan bahan baku yang dibutuhkan, sehingga semakin tergenjot masyarakat dalam meningkatkan hasil usaha nya tanpa khawatir nilai jualnya akan menurun karena sudah ada pasar yang membutuhkan hasil produksinya, yaitu sektor industri.

Contoh ini baru antara dua sektor saja, yaitu Industri dan Pertanian. Tentu saja dalam perjalanannya akan menarik lebih banyak sektor lainnya yang akan terlibat. Seperti, jasa transportasi, jasa keuangan, dsb. Dampak lebih jauhnya, saat kondisi perekonomian masyarakat mulai meningkat akan semakin banyak lagi sektor ekonomi yang ‘hidup’ seiring dengan  berkembangknya kebutuhan masyarakat.

Data perekonomian sesungguhnya sangat penting bagi setiap wilayah jika ingin membangun wilayahnya dengan tepat gemilang. Seberapa besar kemampuan produksi setiap lapangan usaha di suatu wilayah, seberapa besar kebutuhan supply dari wilayah lain, seberapa besar peluang untuk mengembangkan usaha, seberapa kuat SDA dan SDM nya untuk berjuang meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sungguh kebutuhan yang sangat penting untuk bisa dipenuhi.

Jika kita adalah pihak yang bersentuhan dengan data, apakah sebagai yang membutuhkan data atau sebagai pihak yang datanya dibutuhkan, optimalisasi dalam kerja adalah kontribusi terbaik dalam membangun wilayah.

Jika kita adalah pelaku usaha, akurasi data menjadi begitu penting untuk pengambilan langkah ekonomi yang tepat di masa yang akan datang. Akurasi ini mutlak dibutuhkan, apakah saat data-data terkait usahanya dikumpulkan oleh petugas pengumpul data ataupun saat ia membutuhkan data untuk mencari peluang pengembangan usaha.

Jika kita sebagai masyarakat dan warga negara yang diharapkan kesejahteraannya, memberikan input yang baik untuk pemangku kebijakan adalah cara optimal untuk menyampaikan kebutuhan-kebutuhannya. Tidak berlebihan dan juga tidak selalu merasa berkekurangan.

Jika kesejahteraan bersama adalah cita-cita kita semua, mengapa kita tidak bergandengan tangan untuk saling mendukung sesama? Bertindak positif dalam perannya masing-masing. Dengan demikian, arah pembangunan regional hingga nasional akan menjadi semakin dekat di depan mata.

Penulis adalah Statistisi Pertama Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik di BPS Kabupaten Bombana

Komentar