Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, bahkan ia lebih
berharga dari minyak. Data yang valid adalah kunci utama kesuksesan pembangunan
sebuah Negara. Data yang akurat sangat penting untuk membuat keputusan yang
tepat, mengeksekusi program yang tepat sasaran. Demikian kutipan pidato Presiden Joko Widodo,
saat pencanangan Pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 di Istana Negara, Jakarta
(24/01).
Sinergisitas semua pihak menuju satu data kependudukan Indonesia mutlak
diperlukan. Apalagi saat kita bercita-cita menjadi Indonesia Maju. Mengingat data
kependudukan merupakan data dasar untuk membuat perencanaan di berbagai bidang.
Mulai dari perencanaan kebutuhaan pangan, kebutuhan fasilitas pendidikan, kesehatan,
hingga perencanaan pembangunan berbagai
infrastruktur di setiap wilayah.
Sensus Penduduk sudah di depan
mata
Mari menelisik lebih jauh tentang arti penting data orang per orang,
keluarga per keluarga, wilayah per wilayah, hingga bersinergi menjadi data
pembangun Indonesia. Seandainya jika kita diminta untuk menilai diri sendiri
pada skala 1-10, sampai angka berapa kita mampu membenarkan soal kepedulian
kita dengan data yang ada?
Tak usah terlalu jauh berbicara soal data pertumbuhan ekonomi, atau angka
kemiskinan, atau angka pengangguran, atau data hasil sektor unggulan kita
seperti pertanian misalnya, atau data
hasil tambang Sulawesi Tenggara yang tak semua wilayah memiliki kekayaan
semacam ini. Tak perlu berbicara terlalu jauh, dengan data diri dan data
keluarga sendiri, seberapa besar nilai yang mampu kita berikan atas kepedulian
kita?
Saat ada kelahiran anggota keluarga baru, seberapa cepat kita
melaporkannya ke bagian pencatatan sipil, misalnya? Saat ada kematian salah
satu anggota keluarga, sesegera apa kita melaporkannya? Saat pindah tempat
tinggal atau saat pendidikan kita semakin meningkat, seberapa cepat respon kita
terhadap data yang tertera di kartu keluarga/KTP kita? Atau saat ada anggota
keluarga yang alih profesi dari pelajar menjadi wiraswata misalnya, apakah
sesegera mungkin kita melakukan pemutakhiran data ke pihak yang berwenang
memberikan legalitas perubahan itu?
Sanggupkah kita memberi nilai 8 dari skala 10? Jika belum, inilah saatnya
bagi kita untuk menemukan arti penting dari ‘data yang mutakhir dan akurat’
untuk kebermanfaatan yang optimal bagi kita semua.
Berbicara tentang ekonomi masyarakat misalnya, atau lebih dikenal dengan istilah
pertumbuhan ekonomi. Bukankah kita mengira bahwa angka pertumbuhan ekonomi yang
6,18 persen (yoy) untuk Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2019 lalu itu digunakan
bagi pemerintah daerah untuk merencanakan pembangunan wilayahnya? Sinergisitas
antara kuantitas Sumber Daya Alam (SDA) dengan kuantitas serta kualitas dari Sumber
Daya Manusia (SDM) menjadi target pembangunannya.
Seberapa besar produktivitas SDA yang mampu dioptimalisasi oleh SDM kita?
Berapa jumlah SDM kita yang diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian?
Bukankah kebutuhan akan data karakteristik demografi masyarakat terdeteksi
disini? Bukankah kita memerlukan data jumlah penduduk usia produktif?
Atau topik pembicaraan yang seringkali mengundang gaduh seperti
Kemiskinan. Bukankah ujung-ujungnya pertanyaan terbesar yang muncul ialah
berapa banyak orang miskin? Kembali kita membutuhkan data kependudukan dengan
karakteristik tertentu, yaitu jumlah penduduk yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya.
Kita masih sependapat bahwa, untuk penyaluran bantuan, masih bertumpu
pada data demografi masyarakat dengan karakteristik tertentu. Bukankah
pemerintah membutuhkan data seberapa jumlah jiwa yang membutuhkan penyaluran
bantuan? Dalam bentuk pangan seperti raskin, atau dalam bentuk keringanan biaya
sekolah yakni pengucuran dana BOS dan siswa penerima Program Indonesia Pintar
(PIP).
Saat kita menanggapi data usia harapan hidup (UHH) Sulawesi Tenggara saat
ini, bukankah kita masih membutuhkan data kependudukan? Seperti, sasaran
penerima manfaat dari program kesehatan yang dicanangkan oleh pemerintah untuk
meningkatkan UHH masyarakat di wilayahnya.
Berbicara soal struktur
demografi, semakin erat korelasinya ketika membahas isu ketenagakerjaan.
Seberapa besar pengangguran di suatu wilayah? Berapa banyak tenaga kerja
potensial yang belum teroptimalisasi? Bagaimana supply maupun kebutuhan tenaga
kerja dari setiap lapangan kerja yang tersedia? Atau seberapa banyak lapangan
kerja yang perlu disediakan untuk menampung seluruh tenaga kerja potensial
hingga dapat terserap seluruhnya.
Tak terkecuali untuk kebutuhan politik, seperti jumlah kursi legislatif,
penyaluran Dana Aloksi Umum (DAU), pemekaran wilayah, dan sebagainya. Balik
lagi yang menjadi dasar pengambilan kebijakannya adalah demografi penduduk
yaitu distribusi jumlah penduduk dan bagaimana ia berubah setiap waktu akibat
kelahiran, kematian, dan migrasi.
Generasi Digital, yang sangat dekat dengan perkembangan teknologi dan
informasi, kini menjadi garda terdepan dalam aktualisasi dan internalisasi
budaya melek data ini. Dengan demikian,
ikut turut aktif dalam membangun akurasi data pribadi yang dapat
dipertanggungjawabkan adalah langkah konkritnya.
Sensus Penduduk 2020 kali ini diawali dengan pemutakhiran (update) data
pribadi dan keluarga melalui website https://sensus.bps.go.id pada
tanggal 15 Februari hingga 31 Maret 2020. Untuk pengisian data pribadi
tersebut, cukup persiapkan nomor Kartu Keluarga (KK), Nomor Identitas
Kependudukan (NIK) serta dokumen surat nikah (bila sudah menikah), surat cerai
(bagi yang pernah bercerai), dan akta kelahiran.
Sensus Penduduk 2020 menjadi hajatan kita bersama. Sudah saatnya kita
peduli dengan data, apalagi menyangkut data pribadi dan keluarga sendiri. Mari
suksekan hajatan bersama kita kali ini untuk Sultra yang lebih baik dan untuk
Indonesia Maju.
Komentar
Posting Komentar